Senin, 09 Juli 2012

Obligasi pemerintah bakal makin atraktif

JAKARTA. Obligasi pemerintah diprediksi akan kian atraktif bagi pemodal asing. Kebijakan European Central Bank (ECB) menurunkan suku bunga acuan menjadi 0,75% dari sebelumnya sebesar 1% membuat yield obligasi beberapa negara di Eropa menurun. Bahkan, yield obligasi bertenor dua tahun Jerman sempat turun 2 basis poin menyentuh level minus 0,003%, atau turun ke bawah level nol untuk pertama kalinya sejak 1 Juni 2012.


Ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandhi mengatakan, obligasi Indonesia akan terlihat lebih menarik karena yield yang ditawarkan lebih tinggi. Artinya, potensi masuknya investor asing ke pasar obligasi pemerintah akan semakin terbuka.

Asal tahu saja, saat ini yield obligasi pemerintah bertenor 20 tahun seri FR0058 menyentuh level 6,774% pada perdagangan Jumat (6/7). Dan, harga obligasi ini sedikit turun menjadi 116,00 dari hari sebelumnya yang berada di level 116,25.

Eric mengatakan, sejauh ini yield surat utang pemerintah masih menarik, apalagi disokong kondisi fundamental dalam negeri yang stabil. Dus, volume transaksi di pasar sekunder pun bisa meningkat. "Dengan imbal hasil di level 6%, obligasi Indonesia pasti akan terus diminati," ujarnya, Minggu (8/7).

Akhir pekan lalu, yield surat utang acuan bertenor 10 tahun FR0061 sebesar 6,01%, naik dari hari sebelumnya yang sebesar 5,98%. Meski begitu, yield obligasi bertenor pendek tetap mencatatkan rata-rata penurunan dalam sepekan di awal bulan ini.

Namun, Eric menilai, kecemasan investor terhadap penyelesaian krisis di Eropa masih berlanjut. Meski Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan sinyal untuk menyediakan dana talangan, Yunani dan negara Eropa lainnya tetap perlu reformasi fiskal.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menambahkan, optimisme investor terhadap Eropa masih bersifat sementara. Hal itu terlihat dari Credit Default Swap (CDS) beberapa negara Eropa yang masih naik. Minat beli obligasi di Eropa yang turun bisa mendorong investor asing lebih melirik obligasi pemerintah Indonesia.

Yield berpotensi turun
Catatan saja, saat ini harga Surat Utang Negara (SUN) berdasarkan Indeks Dealer Market Indonesia (IDMA), masih stagnan di level 107,64 pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Lana memprediksi, harga obligasi bisa berotot lagi dengan potensi penurunan yield mencapai 20-30 basis point (bps) pada pekan ini.

Lana melanjutkan, pemerintah cenderung mempertahankan imbal hasil di level saat ini. Apalagi, dalam pekan ini belum ada sentimen negatif yang akan mempengaruhi harga obligasi. Spekulasi The Fed akan menambah likuiditas juga dinilai bisa menambah kepercayaan investor untuk berinvestasi di pasar modal. "Surat utang kita jauh lebih menarik dibandingkan negara lainnya," ujarnya.
Dari dalam negeri, para investor sedang menunggu pengumuman Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) mengenai penetapan suku bunga (BI rate) pada pekan ini. Namun sejumlah analis sudah memperkirakan, BI akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.

BI rate yang tidak berubah tersebut bisa mendorong peningkatan harga obligasi pemerintah. Apalagi, inflasi masih terkendali hingga akhir semester I tahun ini. "Inflasi masih terkendali. Kalau BI rate dipangkas, bisa membahayakan rupiah. Jadi, dampaknya ke obligasi bisa tetap positif," kata Eric.
Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti, mengatakan, saat ini yield obligasi pemerintah sudah masuk dalam level ideal. Dana asing di pasar obligasi kemungkinan akan tetap meningkat secara perlahan. Pasalnya, asing masih menganggap aset emerging market memiliki risiko. "Paling tidak, kemungkinan capital outflow pekan ini tidak banyak," ujarnya.

Jumlah dana asing di pasar obligasi per 4 Juli lalu sebesar Rp 226,77 triliun. Ini sedikit menurun ketimbang dana asing di hari sebelumnya yang sebesar Rp 226,90 triliun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar